Sejarah PRNA Gading

Dok. Pelantikan Ortom 2017

Berdirinya Nasyi’atul ‘Aisyiyah (NA) juga tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan rentang sejarah Muhammadiyah sendiri yang sangat memerhatikan keberlangsungan kader penerus perjuangan. Muhammadiyah dalam membangun umat memerlukan kader-kader yang tangguh yang akan meneruskan estafet perjuangan dari para pendahulu di lingkungan Muhammadiyah. Pada Konggres Muhammadiyah ke-26 tahun 1938 di Yogyakarta diputuskan bahwa Simbol Padi menjadi simbol NA, yang sekaligus juga menetapkan nyanyian Simbol Padi sebagai Mars NA. Perkembangan NA semakin pesat pada tahun 1939 dengan diselenggarakannya Taman Aisyiyah yang mengakomodasikan potensi, minat, dan bakat putri-putri NA untuk dikembangkan. Selain itu, Taman Aisyiyah juga menghimpun lagu-lagu yang dikarang oleh komponis-komponis Muhammadiyah dan dibukukan dengan diberi nama Kumandang Nasyi’ah.

Begitu pula dengan pimpinan ranting Muhammadiyah ranting Gading yang mengembangkan sayap kaderisasi lewat pembentukan organisasi otonom, salah satunya nasyi’atul aisyiyah. Nasyi’atul Aisyiyah ranting Gading mulai terbentuk dan berkembang pesat di wilayah kelurahan Belangwetan. Bahkan menjadi penggerak Nasyi’atul Aisyiyah di ranting sekitar dan lebih luasnya lagi di wilayah kabupaten Klaten. Nasyi’atul Aisyiyah ranting Gading dibentuk dengan semangat kebersamaan untuk memberikan sumbangsih bagi umat utamanya di wilayah Belangwetan dan Indonesia pada umumnya. Nasyi’atul Aisyiyah ranting Gading menyadari pentingnya peranan perempuan dalam pembentukan generasi penerus yang siap melanjutkan dakwah Islam.

Nasyiatul ‘Aisyiyah ranting Gading pada masa awalnya juga mengalami berbagai tantangan utamanya dalam hal menggebrak tradisi lama yang terkesan masih mengungkung kaum perempuan untuk berperan lebih dalam pembangunan umat. Selain itu masih kurangnya kesadaran kaum perempuan untuk turut berjuang dalam pembangunan umat. Nasyiatul ‘Aisyiyah ranting Gading hingga saat ini masih solid di bawah kepemimpinan ketua umum Astri Septiyaningrum, S.Pd.I.